Saturday, February 19, 2011

Melihat Allah di Sinai

Empatratus kilometer ke arah tenggara Kairo, setelah melintasi terusan Suez, kita akan sampai di Semenanjung Sinai. Di sana, ada sebuah gunung menjulang setinggi 2642 meter bernama Jabal Katharina.

Di lerengnya, ada biara tertua yang dibangun tahun 331 M, Monastery St. Catharine. Yang menarik, di dekatnya ada lagi gunung yang lebih rendah. Tingginya 2285 meter. Gunung ini bernama Jabal Musa. Kita harus mendaki malam hari agar bisa mencapai puncaknya di pagi hari, untuk menyaksikan pemandangan yang sangat mencekam. Batu-batu hitam raksasa di puncaknya tampak meleleh membeku seolah bersujud. Konon, di puncak inilah Nabi Musa a.s. memohon agar bisa melihat Allah.

Peristiwa ini diabadikan dalam surat Al A’raf (7) ayat 143, “Dan tatkala Musa tiba di miqat lalu berkata, ‘Tuhanku, tampakkanlah diri-Mu supaya aku bisa melihat-Mu.’ Maka Tuhan pun berkata, ‘Kamu tidak akan bisa melihat-Ku , tetapi pandang saja gunung di seberangmu, bila dia tetap di tempatnya, maka kamu akan melihat-Ku’. Maka ketika Tuhannya menampakkan cahaya-Nya ber-tajalli kepada gunung, jadilah gunung itu hancur lebur. Maka Musa tersungkur pingsan. Dan setelah siuman dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku akan menjadi orang mukmin pertama’.”

Monday, February 14, 2011

Indahnya Ujian dalam kehidupan

Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha, maka baginya keridhaan Allah; namun barangsiapa yang murka, maka baginya kemurkaan All

Dalam posisi apa pun, di tempat mana pun, dan dalam waktu kapan pun, kita tidak bisa mengelak dari kenyataan hidup yang pahit. Pahit karena himpitan ekonomi. Pahit karena suami/istri selingkuh. Pahit karena anak tidak shaleh. Pahit karena sakit yang menahun. Dan berbagai kepahitan yang lainnya.


Kepahitan selalu dipahami sebagai bencana. Ketidaknyamanan selalu dirasakan sebagai buah dari kelemahan diri. Tak heran jika satu per satu manusia akan jatuh pada keputusasaan hidup. Mereka stres menghadapi berbagai himpitan hidup yang dirasa tak ada ujungnya. Bahkan, tak sedikit mereka yang lari dari kenyataan yang ada.

Bahkan, kepahitan yang mereka terima selalu mencari kambing hitam. Mereka selalu menyalahkan orang lain, tanpa melakukan introspeksi diri. Mereka selalu menuduh orang lain sebagai biang keladinya, tanpa menyadari bahwa bencana datang karena ulahnya sendiri.

Begitulah kondisi jiwa manusia yang tengah gelisah dalam musibah. Panik. Merasa sakit dan pahit. Penderitaan, kegagalan dan ketidakberdayaan memang menyakitkan. Tapi justru saat tahu bahwa penderitaan itu tidak enak, kegagalan itu pahit, dan ketidakberdayaan itu tidak menyenangkan, kita akan merasakan bahwa kesuksesan yang kita raih begitu manis. Saat itulah kita akan menjadi orang yang pandai bersyukur. Sebab, sekecil apa pun nikmat yang ada akan terasa begitu manis.

Kita diajarkan oleh Allah untuk memahami semua rasa. Kita tidak akan mengenal arti bahagia kalau tidak pernah menderita. Kita tidak akan pernah tahu sesuatu itu manis kalau tidak pernah merasakan pahit.